Minggu, 22 Maret 2015

Ekosistem Pesisir Indonesia



Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 18.306 dan garis pantai terpanjang nomor empat di dunia, yaitu sepanjang 95.181 km. Populasi penduduk Indonesia yang tinggal di pesisir mencapai 161 juta jiwa atau 60% dari 250 juta penduduk Indonesia. Pusat perkembangan ekonomi juga berkembang di kawasan pesisir. Sayangnya, tingkat pendidikan dan kesejahteraan populasi penduduk Indonesia yang tinggal di pesisir dan pulau kecil merupakan yang terendah.

Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia mempunyai sumber daya hayati yang tinggi. Kontribusi sumberdaya hayati pesisir saat ini terbanyak untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat dari perikanan pesisir dan laut. Kebijakan pengembangan ekonomi padat karya dan berbasis bahan baku serta ekstraktif, menimbulkan kerusakan kawasan pesisir dan pulau kecil akibat kegiatan penambangan mineral, bahan baku konstruksi, reklamasi untuk infrastruktur baru, budidaya perikanan pesisir dan lain-lain. Kegiatan ini sangat mengancam kelestarian dan daya dukung hutan pesisir mangrove, terumbu karang, serta pulau pulau kecil yang merupakan sumber kehidupan masyarakat pesisir sejak lama.

Melihat proyeksi ancaman potensial masa depan serta potensi keragaman hayati yang besar di kawasan pesisir, suatu strategi pendekatan program dengan upaya dukungan kepada masyarakat untuk berdaya dalam mengelola kawasan ekosistem pesisir pulau kecil perlu diambil.

Pengembangan program ketahanan dan diversifikasi pangan menjadi sangat krusial mengingat sumber tradisional protein hewani dari hasil perikanan merupakan sumber pangan yang murah dan melimpah. Pemanfaatan sumber pangan baru dari berbagai sumber daya pesisir yang belum tergali dan bernilai tinggi seperti golongan crustacea, molusca, vertebrata serta vegetasi mangrove, nipah dan sagu perlu digali dan dikembangkan dengan menggunakan tehnologi dan sains.

Selain berpotensi mengembangkan sumber pangan baru, kawasan pesisir juga menyediakan potensi sumber energi terbaharukan dari biomassa mangrove, produk turunan sagu dan nira nipah yang dapat diolah menjadi bioetanol yang melimpah dan siap dimanfaatkan. Hutan pesisir banyak ditumbuhi berbagai jenis species mangrove, bersama dengan hamparan nipah dan sagu yang sangat luas selama ini masih terbatas pemanfaatannya, sehingga dianggap kurang bermanfaat dan cenderung dialihfungsikan menjadi peruntukan lain.

Berbagai potensi bahan kimia dari hasil metabolisme organism laut dapat diekstrak dan disintesa untuk dikembangkan menjadi antibiotika, serta substansi dengan properti anti inflamasi dan anti kanker yang selama ini belum bisa dibuat oleh manusia. Dalam konteks meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, sumber daya laut merupakan komoditi yang beragam, melimpah dan murah.
Ekosistem pesisir dan pulau kecil diciptakan sangat ideal untuk melindungi kawasan tersebut dari ancaman. Hutan sagu, nipah dan mangrove merupakan filter alami penyaring sedimentasi dari darat sehingga melindungai kawasan lamun dan terumbu karang yang rentan terhadap sedimentasi dari kerusakan. Sebaliknya, ancaman intrusi air laut ke darat juga bisa disaring oleh ekosistem hutan mangrove, nipah dan sagu pesisir, sehingga sumber air bersih sumur masyarakat, lahan pertanian dan sawah di pesisir yang merupakan sumber kehidupan masyarakat tidak terganggu.

Fokus program pada ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil adalah:
  1. Pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk kemandirian masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan program utama meliputi:
    • Pengelolaan lestari kawasan pesisir dan laut, revitalisasi pesisir, pemanfaatan keanekaragaman hayati pesisir dan pantai, serta usaha budidaya dan penerapan teknologi tepat guna untuk memberi nilai tambah hasil sumberdaya pesisir dan pantai.
    • Pemanfaatan sumberdaya hayati pesisir dan laut untuk sumber energi terbarukan untuk pengembangan model kemandirian energi di Pulau-pulau Kecil.
    • Pengembangan potensi ekowisata wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
    • Pengembangan usaha kecil penyediaan bahan baku obat berbasis keanekaragaman hayati pesisir dan pantai.
    • Sanitasi dan pemeliharaan kawasan sumber air bersih.
  2. Rehabilitasi dan konservasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan program utama meliputi :
    • Rehabilitasi dan revitalisasi ekosistem mangrove pesisir untuk meningkatkan produktivitas ekosistem mangrove sebagai penyedia sumber pangan masyarakat pesisir.
    • Pemanfaatan keanekaragaman hayati ekosistem pesisir untuk energi alternatif.
    • Rehabilitasi terumbu karang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
    • Peningkatan kualitas lingkungan dan kesadaran hidup sehat, rumah sehat, pencegahan penyakit di desa pesisir

KONDISI PESISIR PANTAI INDRAMAYU



Wilayah pesisir Indramayu Jawa Barat dengan panjang garis pantai lebih kurang 114 km merupakan salah satu daerah pantai utara Jawa Barat yang sangat strategis dan berkembang dalam aktivitasnya sebagai daerah penyangga kawasan industri yang mempunyai sumberdaya alam dan jalur infrastruktur transportasi  utama Cirebon ke Jakarta. Wilayah ini sebagai kawasan pantai dengan panorama indah dan menarik serta sumber biota laut yang melimpah mempunyai kegiatan ekonomi yang cukup tinggi. 

Kegiatan pemanfaatan lahan untuk pertambakan dengan cara pembabatan hutan lindung, seperti mangrove, telah memacu abrasi pantai makin intensif terutama hampir di sepanjang pantai perbatasan Jawa Tengah –Jawa Barat sampai daerah pantai Krawang. Pembukaan hutan lindung ini mengakibatkan kondisi pantai menjadi tidak stabil terhadap arus pantai. Kondisi ini tentunya akan merubah aliran arus pantai dan arus ini akan mengikis wilayah yang kurang stabil.

 

Gambaran umum
Wilayah pesisir Indramayu Jawa Barat dengan panjang garis pantai lebih kurang 114 km merupakan salah satu daerah pantai utara Jawa Barat yang sangat strategis dan berkembang dalam aktivitasnya sebagai daerah penyangga kawasan industri yang mempunyai sumberdaya alam dan jalur infrastruktur transportasi  utama Cirebon ke Jakarta. Wilayah ini sebagai kawasan pantai dengan panorama indah dan menarik serta sumber biota laut yang melimpah mempunyai kegiatan ekonomi yang cukup tinggi. 

Kegiatan pemanfaatan lahan untuk pertambakan dengan cara pembabatan hutan lindung, seperti mangrove, telah memacu abrasi pantai makin intensif terutama hampir di sepanjang pantai perbatasan Jawa Tengah –Jawa Barat sampai daerah pantai Krawang. Pembukaan hutan lindung ini mengakibatkan kondisi pantai menjadi tidak stabil terhadap arus pantai. Kondisi ini tentunya akan merubah aliran arus pantai dan arus ini akan mengikis wilayah yang kurang stabil.  
Sedimentasi yang membentuk tanah timbul mengakibatkan kepemilikan tanah yang tidak legal. Sebaliknya, kerusakan wilayah pantai akibat abrasi pada daerah-daerah yang kurang stabil terhadap erosi  air laut, menyebabkan lahan menjadi kritis sehingga merusak infrastruktur jalan (Pemda Kabupaten Indramayu, 1995).

Proses erosi pantai (abrasi) di daerah Indramayu berlangsung cukup kuat, sehingga garis pantai telah mundur jauh dari garis pantai lama dan sudah mendekati jalan raya Indramayu – Jakarta, yang pada saat ini bersisa jarak hanya kurang lebih 100 meter dari tepi laut.

Garis pantai pada umumnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan alam seperti adanya aktivitas gelombang, angin, pasang surut dan arus serta sedimentasi daerah delta sungai. Perubahan garis pantai juga terjadi akibat gangguan ekosistim pantai seperti pembuatan tanggul dan kanal serta bangunan-bangunan yang ada di sekitar pantai. Hutan bakau sebagai penyangga pantai banyak dirubah fungsinya untuk dijadikan sebagai daerah pertambakan, hunian, industri dan daerah reklamasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai.

Daratan dan sedimen pesisir pada dasarnya dinamis bergerak menurut dimensi ruang dan waktu. Gelombang pecah, arus pasang surut, sungai, tumbuhan pesisir dan aktivitas manusia merupakan faktor yang menimbulkan perubahan dinamika pantai untuk membentuk suatu keseimbangan pantai yang baru. Tidak setiap kawasan pesisir dapat merespon  seluruh proses perubahan, tergantung pada beberapa faktor seperti jenis sedimen, morfologi dan kondisi geologi pantainya.

Gejala perubahan garis pantai perlu mendapat perhatian mengingat berdampak besar terhadap kehidupan sosial dan lingkungan. untuk mengetahui kemungkinan pemanfaatan lahan wilayah pesisir Indramayu secara optimal.

Proses Geologi yang  sedang berlangsung
Proses-proses geologi yang sedang berlangsung dapat ditafsirkan dari peta geologi kuarter (Rimbaman, dkk, 2002 dan Suparan, dkk, 2000) antara lain :
a.Proses pembentukan endapan dataran banjir yang menutupi sebagian besar wilayah bagian utara.
b.Proses pelamparan daratan ke arah laut, diperlihatkan oleh terjadinya endapan laut muda dan endapan dataran banjir di atas endapan laut, membentuk delta Sungai Cimanuk.
c.Proses abrasi di daerah pantai Eretan, yang diperlihatkan oleh bentuk garis pantai dan endapan yang relatif tua, yang tidak tertutupi endapan dataran banjir.

Perubahan Garis Pantai
Garis pantai pada umumnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan alam seperti adanya aktivitas gelombang, angin, pasang surut dan arus serta sedimentasi daerah delta sungai. Perubahan garis pantai juga terjadi akibat gangguan ekosistim pantai seperti pembuatan tanggul dan kanal serta bangunan-bangunan yang ada di sekitar pantai. Hutan bakau sebagai penyangga pantai banyak dirubah fungsinya untuk dijadikan sebagai daerah pertambakan, hunian, industri dan daerah reklamasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai.

Perkembangan garis pantai berdasarkan pola sedimentasi di pantai utara Jawa Barat kemungkinan akan menyebabkan terbentuknya  beberapa sumenanjung dan teluk.  Pola sedimentasi mulai dari  Cilamaya Pamanukan sampai dengan Indramayu ditafsirkan berdasarkan data geologi kuarter memperlihatkan adanya pergerakan maju (progradasi) dan abrasi .

Pantai abrasi di wilayah pesisir pada umumnya mempunyai dampak negatif, karena mengakibatkan lahan menjadi berkurang, sedangkan pantai akresi mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif, adalah semakin bertambahnya lahan tambak dan lahan pertanian di daerah tersebut. Sedangkan dampak negatif adalah terjadinya pendangkalan alur sungai yang mengakibatkan kapal-kapal nelayan kesulitan untuk memasuki sungai. Pendangkalan juga terjadi di laut yaitu di  sekitar dermaga atau pelabuhan yang dapat mengganggu kegiatan kapal nelayan keluar masuk pelabuhan.


Peta perubahan garis pantai menunjukkan  adanya kaitan antara faktor alam dan tingkah laku manusia setempat sebagai penyebab terjadinya perubahan garis pantai (abrasi dan akresi), al ini  dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut :
1.Sifat dataran pantai yang masih muda dan belum seimbang, di pantai Eretan yang diperlihatkan oleh bentuk garis pantai. Kondisi lahan sudah mengalami abrasi  mendekati jalan raya Jakarta Cierebon sejauh tinggal beberapa puluh meter saja dari badan jalan raya.
2.Demikian juga pantai wisata Tirtamaya, memiliki kondisi tegak lurus terhadap kedatangan angin dan gelombang laut, sehingga  banyak bangunan pantai yang hilang, juga perlindungan pantai yang ada juga sudah mulai terkikis air laut.
3.Kehilangan perlindungan pantai, yaitu hutan bakau yang hilang oleh  terpaan gelombang.
4.Pendangkalan sungai yang mengakibatkan kapal-kapal nelayan mengalami kesulitan untuk keluar masuk sungai. Penataan DAS di daerah hulu dengan pemanfaatan lahan tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan pendangkalan di daerah hilir.
5.Perusakan perlindungan pantai alami akibat penebangan pohon bakau untuk pembukaan lahan baru  sebagai kawasan pertambakan ikan/udang. Pembukaan lahan ini dilakukan karena tuntutan pengembangan usaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
6.Perubahan keseimbangan transportasi sedimen sejajar pantai akibat pembuatan perlindungan pantai, seperti pembuatan jetty, pemecah gelombang, pembangunan pelabuhan di kawasan industri perminyakan Balongan, dengan melalui kegiatan reklamasi pantai.

Kondisi pantai abrasi dan pantai akresi di daerah pesisir Indramayu (Gambar 2), pantainya ditempati oleh alluvium, hal ini disebabkan oleh banyaknya sungai yang bermuara di daerah penelitian. Pada umumnya daerah ini mempunyai daya dukung terhadap energi gelombang sangat kecil. Proses abrasi di daerah penelitian  terjadi di sepanjang pantai eretan, pada saat ini sudah pada tingkat penanganan yang serius, mengingat daerah pantai Eretan merupakan daerah padat dengan berbagai infrastruktur seperti jalan raya pantai utara Jakarta- Cirebon yang mempunyai jarak dari pantai tinggal beberapa puluh meter saja, kawasan pemukiman dan rencana pengembangan sarana transportasi. Bangunan penahan abrasi yang ada sekarang sudah mulai bergerak ke arah darat dan telah banyak memakan korban seperti rumah penduduk, lahan pertanian dan pertambakan.

Penggunaan Lahan Pantai Abrasi dan Akresi
Secara rinci daerah penggunaan lahan wilayah pesisir pantai Indramayu mempunyai sifat-sifat lahan sebagai berikut :
1.Lahan hutan bakau/konservasi, bersifat kultural untuk perlindungan dan pelestarian alam
2.Lahan industri termasuk pertambakan ikan dan udang, karena sifat permukaan yang datar serta posisi geografi memberikan kemudahan bagi pengembangan industri. Transportasi barang dan orang melalui air (laut dan sungai) dapat menekan biaya produksi.
3.Lahan pemukiman, karena perkembangan industri, perdagangan, pertanian dan kegiatan lainnya akan menarik manusia untuk tinggal menetap dan mencari nafkah.
4.Lahan pertanian, endapan dataran banjir yang menutupinya merupakan endapan yang subur untuk dimanfaatkan sebagai tanah pertanian.
5.Lahan wisata, sehubungan dengan keindahan alam pantai dan kebutuhan rohani manusia.
6.Lahan untuk kebutuhan infrastruktur, sebagai akibat pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir.

Secara keseluruhan Rencana Tata Ruang diharapkan dapat mewujudkan keterkaitan antar kegiatan dengan memanfaatkan ruang dalam kurun waktu 10 tahun mendatang yang terdiri dari Kawasan Lindung dan Kawasan budidaya.Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan untuk pembangunan berkelanjutan. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama membudidayakan berdasarkan keadaan dan potensi sumberdaya alam dan manusia.  Kawasan budidaya  meliputi Kawasan pertanian, Kawasan hutan produksi, Kawasan pemukiman, Kawasan Industri dan Kawasan wisata.

Pemanfaatan daerah  dengan lahan bertambah (akresi) untuk pengembangan usaha seperti kawasan pertambakan ikan perlu ditata sedini mungkin untuk untuk mencegah terjadinya konfllik dengan adanya lahan baru/tanah timbul, jika memungkinkan perlu dibuat Peraturan Pemerintah Daerah tentang penggunaan lahan baru/tanah timbul di daerah akresi.

Untuk daerah dengan potensi pengembangan rendah dan  tidak dipakai sebagai masukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah agar  dimanfaatkan secara optimal sesuai peruntukannya bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat.

Pengaruh sedimentasi dari sungai akan menyebabkan pendangkalan di sekitar muara sungai tempat keluar dan masuk kapal nelayan dan menimbulkan penambahan lahan disekitar sungai.Optimisasi pemanfaatan lahan terutama lahan bertambah maju umumnya untuk pengembangan usaha industri perikanan seperti pertambakan dan pengembangan daerah pelabuhan perikanan.