Selasa, 02 Juni 2015

Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Penangkapan Ikan


Wilayah Indonesia sering dikenal dengan negara kepulauan. Dengan luas laut 5.8 juta km2 Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam potensi sumberdaya perikanan dan kelautan. Laut Indonesia terbagi dalam wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 2.7 juta kmdan Laut Teritorial sebesar 3.1 juta km2. wilayah perairan laut Indonesia memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati (ikan) yang berlimpah dan beraneka ragam.

Namun pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing. Oleh karena itu peran IPTEK sangat sangat diperlukan disini, dimana tanpa adanya dukungan IPTEK yang handal akan sulit bagi nelayan untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang selama ini mengelilingi mereka. Salah satu teknologi yang dapat memberikan informasi kepada nelayan lokal mengenai wilayah perairan yang surplus ikan adalah teknologi penginderaan jauh atau remote sensing.
Penginderaan jauh mempunyai potensi untuk aplikasi bagi perikanan tangkap. Beberapa parameter yang diperlukan untuk analisis daerah potensial untuk penangkapan ikan dapat diperoleh dari penginderaan jauh, diantaranya suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil permukaan. Dari informasi sebaran suhu permukaan laut dapat diidentifikasi daerah upwelling dan front termal yang merupakan daerah potensi perikanan.

Konsentrasi klorofil permukaan menunjukkan tingkat kesuburan perairan di mana daerah yang subur merupakan daerah potensi perikanan. Analisis pola sebaran dan nilai suhu dan konsentrasi klorofil permukaan menghasilkan informasi zona potensi penangkapan ikan yang selanjutnya dapat diaplikasikan sebagai acuan bagi nelayan dalam operasi penangkapan ikan. peristiwa naiknya air dari dasar laut ke permukaan sebagai perbedaan gradien suhu yang yang dinamakan Upwelling. Maka daerah Upwelling tersebut biasanya terdapat klorofil yang merupakan makanan ikan dan diduga daerah tersebut terdapat banyak ikan yang disebut daerah fishing ground.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sudah sejak tahun 1986 melakukan penelitian pemanfaatan data satelit penginderaan jauh guna mengkaji dan memantau beberapa jenis parameter fisik perairan laut, seperti suhu permukaan laut (SPL), kekeruhan air, dan sebaran/konsentrasi klorofil-a. Pada tahun 1990 dilaksanakan aplikasi data inderaja untuk penentuan daerah potensi tambak, tahun 2000-2001 dilaksanakan pemetaan terumbu karang di seluruh wilayah Indonesia, dan sejak tahun 2002 dilaksanakan aplikasi informasi spasial ZPPI berdasarkan data satelit inderaja untuk mendukung usaha peningkatan hasil tangkapan ikan oleh para nelayan. Sampai sekarang, produksi informasi ZPPI masih terus dilakukan dan disebarkan ke seluruh Indonesia melalui Dinas-dinas Kelautan dan Perikanan di berbagai daerah





Gambar 4. Informasi ZPPI Harian yang dibagi menjadi 24 Project Area(PA), PA 12 (atas) dan PA 13 (bawah).

Lokasi tempat berkumpulnya ikan dapat ditentukan dengan kombinasi antara lokasi klorofil, suhu permukaan laut, pola arus laut, cuaca, serta karakter toleransi biologis ikan terhadap suhu air. Terdapat beda suhu di seantero muka laut. Hal ini disebabkan oleh naiknya lapisan air laut di sebelah bawah ke atas (upwelling) karena perbedaan suhu. Kenaikan lapisan air ini juga membawa zat makanan bagi kehidupan di laut. Jadi dengan mendeteksi upwelling akan dapat pula memberi petunjuk akan adanya ikan. Di samping itu setiap jenis ikan memiliki zona suhu yang tertentu sebagai habitatnya. Satu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi masalah tersebut di atas adalah menggunakan teknologi penginderaan jauh.

Dengan demikian, penggunaan teknologi penginderaan jauh satelit (Inderaja) khususnya satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution Radiometer) dipadu dengan data oseanografi, data cuaca dan tingkah laku ikan, didukung dengan metode pengolahan dan analisis yang teruji akurasinya, merupakan satu alternatif yang sangat tepat dalam mempercepat penyediaan informasi zona potensi ikan harian untuk keperluan inventarisasi dan evaluasi potensi kelautan.

Data utama yang diperoleh dari data NOAA-AVHRR adalah suhu permukaan laut yang selanjutnya disingkat dengan SPL. Pengamatan suhu permukaan laut dilakukan dengan menggunakan data NOAA-AVHRR, berkaitan dengan fenomena oseanografi khususnya monitoring fenomena upwelling / thermal front harus dilakukan dengan menggunakan data NOAA-AVHRR karena tidak memerlukan data dengan resolusi spasial yang tinggi mengingat wilayah perairan laut yang sangat luas, tetapi memerlukan resolusi temporal (repetitive time) yang cukup tinggi misalnya setiap 4 jam. Suhu permukaan laut merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan bagi keberadaan dan fenomena sumberdaya hayati laut dan dinamikanya. Pengamatan dan monitoring fenomena oseanografi dan sumberdaya hayati laut mengharuskan penggunaan banyak data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan). Citra suhu permukaan laut (SPL) dari suatu perairan yang luas dapat digunakan untuk mengetahui pola distribusi SPL, arus di suatu perairan, dan interaksinya dengan perairan lain serta fenomena upwelling dan thermal front di perairan tersebut yang merupakan daerah potensi penangkapan ikan.



Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah / berpindah mengikuti pergerakan ikan. Secara alami ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai, sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan. Dengan demikian daerah potensi penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh faktor oseanografi perairan. Kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan efektif apabila daerah penangkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu, sebelum armada penangkapan ikan berangkat dari pangkalan. Salah satu cara untuk mengetahui daerah potensial penangkapan ikan adalah melalui studi daerah penangkapan ikan dan hubungannya dengan fenomena oseanografi secara berkelanjutan.(Priyanti, 1999).

Pengukuran kondisi atau faktor oseanografi perairan dilakukan dengan cara :

Suhu
Pengukuran suhu dilakukan setiap jam di lokasi penangkapan ikan. Pengukuran suhu permukaan laut digunakan untuk verifikasi perhitungan suhu dari satelit NOAA. Jadwal lintasan satelit NOAA diperoleh dari prediksi orbit dari stasiun NOAA.

Salinitas
Salinitas diukur pada saat penangkapan di lokasi ZPPI.

Arus permukaan
Arus permukaan diukur di lokasi penangkapan ikan, baik arah maupun kecepatannya

Kedalaman perairan, kondisi laut, cuaca
Ketiga parameter tersebut diukur di lokasi ZPPI pada saat penangkapan ikan dilakukan. Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan fish finder


Sumber : 
http://perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com

Gathot Winarso, M. Rokhis Khomarudin, Syarif Budhiman, dan Maryani Hartuti, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN (2012). APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUKUNG PROGRAM KEMARITIMAN.